Rabu, 03 April 2013

Manfaat Belajar dan Mengajar

Pada bagian yang lalu, pengarang telah menjelaskan ihwal keutamaan belajar dan mengajar. Pada lanjutan penjelasannya kali ini, peng­arang menguraikan secara lebih terpe­rinci manfaat-manfaat dari kegiatan bel­ajar dan mengajar. Marilah kita simak pen­jelasannya yang sangat penting ini.



Pengarang mengatakan:

Sahabat Mu‘adz bin Jabal telah meng­atakan sehubungan dengan meng­ajar dan belajar, yang riwayatnya juga ri­wayat yang marfu’, “Tuntutlah ilmu, karena sesungguhnya menuntut ilmu karena Allah merupakan suatu khasy-yah (perasaan takut, yakni kepada Allah), mencarinya merupakan ibadah, mempelajarinya merupakan tasbih, me­nelitinya merupakan jihad, mengajarkan­nya merupakan sedekah, dan memberi­kannya kepada ahlinya merupakan ta­qarrub. Ilmu adalah penghibur di kala sen­dirian, teman setia dalam menyepi, petunjuk dalam keadaan suka dan duka, menjadi pembantu di kalangan orang-orang yang dikasihi, dan menjadi teman saat tak ada teman-teman. Ilmu merupa­kan mercusuar dari jalan menuju surga.
Allah meninggikan derajat banyak kaum melalui ilmu, maka Dia menjadikan mereka sebagai pemimpin dan pemberi petunjuk dalam kebaikan, yang dijadikan teladan, dan sebagai petunjuk dalam ke­baikan, jejaknya diikuti dan amal perbuat­an mereka menjadi pusat perhatian, dan para malaikat ingin menghiasi mereka dan mengusap mereka dengan sayap-sayap­nya. Segala yang kering dan yang basah bertasbih untuk mereka, segala se­suatu, sampai ikan-ikan yang ada di laut dan binatang-binatang melatanya, men­doakan mereka, juga semua bina­tang buas di da­ratan dan hewan-hewan ter­naknya, serta langit dan bintang-bin­tang­nya. Karena, ilmu adalah kehidupan hati dari kesesatan, cahaya penglihatan dari ke­gelapan, dan kekuatan bagi tubuh dari kelemahan.
Dengan ilmu, seorang hamba dapat mencapai kedudukan kaum abrar (baik) dan derajat-derajat yang tinggi. Men­curahkan pikiran untuk ilmu seban­ding dengan puasa dan mempela­jarinya se­imbang dengan qiyam (shalat). Berkat ilmu, Allah ditaati, disembah, dan diesa­kan. Dan berkat ilmu, seseorang me­meli­hara kesucian dirinya, dan de­ngan­nya tali silaturahim dihubungkan. Ia adalah imam, sedangkan amal adalah pengikutnya. Yang diberikan ilham ilmu hanyalah orang-orang yang berbahagia, dan yang di­haramkan dari mendapat­kan­nya ha­nyalah orang-orang yang celaka.

Penjelasan Pengasuh
Hadits Mu‘adz yang panjang seba­gaimana tersebut di atas diriwayatkan oleh Abu Asy-Syaikh Ibnu Hibban dalam kitab Ats-Tsawab. Juga diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil-Barr.
Ada beberapa perbedaan kata pada hadits tersebut antara yang disebutkan dalam Al-Ihya dan beberapa naskah Al-Mursyid Al-Amin yang dicetak. Kata khasy-yah yang tersebut di atas terdapat dalam Al-Ihya’. Tetapi dalam beberapa naskah Al-Mursyid Al-Amin, yang tertulis adalah hasanah (kebaikan), bukan khasy-yah.
Kata wal-wazir ‘indal-akhilla’ dalam hadits tersebut adalah sebagaimana yang tersebut dalam Al-Ihya’, sedang­kan dalam Jami‘ Bayan Al-‘Ilm wa Fadhlih, karya Ibnu Abdil Barr, disebut­kan waz-zain ‘indal-akhilla’ (dan men­jadi perhiasan di kalangan orang-orang yang dikasihi). Mengapa demikian? Ka­rena, ilmu merupakan keindahan, ke­baik­an, dan kesempurnaan yang mena­rik hati orang-orang yang terkasih. Seba­gaimana juga dikatakan orang, “Ilmu adalah hiasan dan perbendaharaan yang tak ada habisnya.”
Al-Mursyid Al-Amin Karya Al-Ghazali
Diasuh oleh: K.H. Saifuddin Amsir

0 komentar:

Posting Komentar